Skip to main content

Aceh dari masa Sultan Iskandar Muda ke Helsinki

Sejarah harus ditulis walaupun itu pahit,manis, baik atau pun buruk.Aceh dari masa Sultan Iskandar Muda ke Helsinki, dari judul nya saja kita sudah bisa menebak, bahwa isi nya adalah catatan sejarah Aceh yang dituliskan kembali, agar tidak menjadi bias dikemudian hari. Bagaimana sejarah peperangan Aceh dan sejarah diplomasi kesultanan Aceh yang sampai ke penjuru Benua Eropa, menjalin kerja sama dengan kerajaan – kerjaan termasyur pada abad ke 16 saat Kesultanan Aceh di pipimpin oleh Sultan Iskandar Muda hingga penanda tanganan Damai antara GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dan Republik Indonesia. Pada abad ke 16 Ratuinggris Elizabeth I mengirimkan utusannya sir James Lancaster dan sepucuk surat yang ditujukan kepada saudara hamba Raja Aceh serta seperangkat perhiasan mahal.Sultan Iskandar Muda menerima maksud Kerajaan inggris untuk berlabuh dan berdagang diwilayah aceh, dan mengirimkan surat yang ditulis dengan tinta emas diatas kertas yang halus “ I am the mighty ruler of the region bellow the wind, who hold sway over the land of Aceh and over the land of Sumatera and over all the land tributary to Aceh, with stretch from the sunrise to sunset.” Hambalah sang penguasa perkasa negeri-negeri dibawah angin yang terhimpun diatas tanah Aceh ,Sumatera dan seluruh wilayah yang tunduk kepada Aceh,yang terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam. Sampai saat ini masih ada situs sejarah yang tersimpan berupa meriam yang diberi nama meriam Lada Sicupak yang diberikan oleh kesultanan Ottoman di Konstantinopel kepada Sultan Iskandar Muda, asal usul pemberian nama meriam lada sicupak, utusan kerjaan yang diutus lutang-lantung karena padaa saat itu keadaaan Kesultanan Ottoman dalam posisi yang genting sehingga harus menjual barang persembahan yang akan dipersembahkan kepada raja Kesultanan Ottoman sedikit demi sedikit untuk bertahan. dan ketika sampai ketangan raja, persembahan mereka hanya tinggal lada sicupak, atau lada sekarung. Sultan menerima hadiah itu dengan senang hati, dan mengirimkan meriam kepada Sultan Iskandar Muda dan juga beberapa ahli perang. Perang Aceh pertama terjadi pada tahun 1873 pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mayor Jendral J H R Kohler berkekuatan 3.198 pasukan termasuk 168 perwira KNIL. Mendarat dipantai Ceureumen Banda Aceh pada 8 April 1873. dan dalam peprangan Ini Mayor Jendral J H R Kohler berdiri dibawah pohon besar rubuh dan tewas ditembus sebutir peluru dari pasukan yang dipimpin oleh Panglima Polem. Kematian Kohler membuat para pasukan kucar-kacir. Posisi kohler langsung diganti oleh Kolonel Van Dalem dan menarik mundur pasukan, dan berita kekalahan ini langsung dipublikasikan oleh Reuters dan menggemparkan publik Eropa dan Amerika surat Kabar London Times 22 April 1873 memuat Laporan kekalahan pasukan Belanda dan pada tanggal 14 April 1873 angkat kaki dari Aceh. Riwayat peperangan Aceh dimasa Kesultanan, yang berlangsung selama 40 tahun yang merenggut dua pertiga jumlah penduduk. Sedikitnya 100.000 nyawa orang Aceh melayang, satu juta luk-luka dan puluhan ribu lainnya mengungsi selama 1873-1908 sedangkan dipihak Belanda sekitar 10.000 tewas digaris terdepan peperangan, 10.500 meninggal karena terkena Kolera. Kurang lebih 25.000 Buruh Paksa asala Jawa Tengah dengan menguras biaya sekitar setegah Miliar Gulden merupakan bajet perang yang sangat tinggi pada masa itu. Dan dari tahun 1889 hingga tahun 1903 dalam setiap pertempuran Aceh selalu menderita kekalahan akibat dari Pasukan Mercause yang memiliki persenjataan moderen dan terlatih,dan kondisi ini diperparah dengan syahid nya Chik di Tiro, Chik Kuta Karang, Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien mempengeruhi perlawanan pejuang aceh. Belanda memperoleh Kemenangan gemilang tahun 1903. Tapi perlawanan tetap dilakukan secara sporadis yang dipimpin oleh Ulama, Kern menulis dalam bukunya “ Aceh memang bisa di taklukan, tetapi tidak berarti sudah aman karena semangat perlawanan tetap tinggi. Dibagian awal buku Irwandi Yusuf gubernur Nanggroe Aceh Darussalam menulis “ Menguak Sejarah di Bawah Karpet Merah” tulisan ini adalah catatan pengalamannya ketika mengunjungi museum Inggris pada 6 Januari 1999 untuk mencari peninggalan koin dimasa Kesultanan Aceh, dengan segala upaya untuk menemui seorang kurator (ahli koin) bernama Joe Cribb yang menjabat Kurator Koin asia selatan. dan mendapat kan penjelasan selama 30 menit, tentang koin dari masa kerajan yang di terbitkan tahun 1230 hingga 1912 sebanyak 75 koin, Irwandi merasa kagum dengan kemampuan Cribb dalam menguasai nama-nama Sultan Aceh yang tertera dalam koin masa kerajaan aceh tempo dulu, sebagai putra aceh Irwandi juga menanyakan mengapa Koin kerjaan aceh yang banyak tidak dipajang sedangkan koin dari kerajaan dari Indonesia lainnya dipajang, Irwandi merasa ini tidak adil mengapa koin Aceh yang berjumlah lebih banyak tidak dipajang, sedangkan koin-koin lain yang lebih sedikit dipamerkan, Cribb hanya menjawab ini adalah kebijakan pemerintah sejak dulu. Dan dia menjelaskan bahwa koin-koin ini sudah lama ada sebelum ia bekerja disini.dalam tulisan ini Irwandi menekankan bahwa sejarah bisa dijadikan landasan berpijak untuk masa depan. Yang diharamkan terlena dengan sejarah untuk meninabobokan rakyat, jika ditempat lain , dongeng jadi sejarah karena ditulis sedangkan di Aceh sejarah jadi dongeng karena jarang ditulis atau pelaku sejarah meninggal dunia. Sejarah Aceh memang selalu kontroversial akibat dari kebiasaan orang Aceh yang dari dulu tidak pernah menulis sejarah yang terjadi, melainkan hanya menceritakan nya kepada anak-anak dan cucu nya, akibat dari budaya bertutur membuat sejarah Aceh terkadang dinilai tidak ilmiah karena ahli sejarah terdahulu tidak pernah membukukannya, dalam buku ini penulis menyuguhkan perbandingan konflik yang terjadi dari masa Sultan hingga konflik yang terjadi hingga tahun 2005. Pada akhir tahun 1950, RIS dibubarkan menjadi Republik indonesia dan bergabung dengan Perserikatan Bangsa-bangsa. Perdana menteri Menteri Mohammad Natsir dari partai Masyumi dibanda Aceh pada 23 Januari 1951 mengumumkan provinsi Aceh dilebur menjadi satu dengan provinsi Sumatera Utara. Sedangkan Daud Bereueh diangkat menjadi Pejabat Tinggi dikementrian dalam negeri di Jakarta. Keputusan ini sangat mengecewakan Rakyat Aceh Karena sebelum tahun 1948, Sukarno berjanji kepada Daud bereueh dan pemuka-pemuka masyarakat di Banda Aceh Bahwa Aceh akan mendapat otonomi Khusus. Itulah sebab nya Keputusan Dewan Menteri mendapat kecaman keras hingga konflik kembali berlanjut. Daud Bereuh merasa Jakarta telah mengkhianati perjuangan pejuang Aceh dan dia pun mebubarkan Divisi X TNI di Aceh. Kebencian masyarakat Aceh Kepada Sukarno semakin menjadi-jadi yang disulut pada Tanggal 21 september 1953. Daud Bereueh memukul gong Pemberontakan dengan pernyataan Aceh memisahkan diri dari Indonesia. Pernyataan ini terjadi setelah Kongres Ulama di Titeue Pidie. Dia mengumumkan Aceh menjadi Bagian dari Negara Islam Indonesia Mengikuti Karto Soewirdjoe di Jawa Barat. Ini adalah fase pemberontakan pertama setelah Indonesia merdeka yang langsung dipimpin oleh Daud Bereueh. Konflik yang terjadi pada tahun 1951 hingga 1962 membuktikan bahwa,Aceh tidak akan pernah bisa ditaklukan dengan kekerasan karena sejak dahulu orang Aceh sudah mengenal perlawanan secara sporadis.jalur dialog dan rekonsiliasilah yang menjadi salah satu pintu masuk untuk meredam perlawanan Aceh. Pada tahun 1959 pemerintah Indonesia melalui Dekrit NO 1/Missi/1959 memberikan Aceh sebagai Daerah Istimewa dengan otonomi dibidang agama Pendidikan dan Budaya. penyelesaian konflik antara Aceh dan Indonesia juga berkat inisiatif dari Panglima Kodam I/Iskandar Muda Kolonel M. Jasin, melalui musyawarah kerukunan Rakyat Aceh pada Desember 1962. Daud Bereueh Turun gunung beserta Pasukan setianya yang dipimpin oleh Teungku Ilyas Leubeu. Pada tahun 1976 tepatnya tanggal 4 Desember 1976, Hasan di Tiro mendeklarasikan kemerdekaan Aceh. Dimana GAM mengungkit kembali masa Kesultanan Aceh yang sama sekali terpisah Dari Indonesia yang terbentuk pada tahun 1949. Perlawanan ini diakibatkan oleh Sistem sentralisitik yang dijalankan oleh Suharto. Aceh hanya menerima 1 persen dari Anggaran pendapatan nasional dengan kontribusi 14 persen dari GDP Nasional. Pemerintah tidak tinggal diam dengan aksi pemberontakan yang di pimpin oleh Hasan di Tiro tahu 1978 soeharto mengirim ribuan pasukan Ke Aceh. Penumpasan-penumpasan berlanjut seiring berjalannya waktu hingga memaksa Hasan di Tiro dan para rekan-rekannya hengkang ke Negara swedia Pada tahun 1980, dan menjadi warga negara Swedia pada tahun 1985. Hasan di Tiro juga mengirimkan 800 pemuda Aceh untuk mendapatkan pelatihan Militer di Kamp Tazura Libya. Aceh selalu dirundung konflik yang seakan tidak ada akhirnya tahun 1989 hingga 1989 Aceh dinyatakan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM), yang merenggut kurang lebih 1000 jiwa. DOM dicabut pada 7 Agustus 1998. Atas tuntutan rakyat yang telah lama tertindas dalam situasi konflik yang sangat memilukan.pada tanggal 8 November 1999 sekitar satu juta Rakyat Aceh berorasi secara besar-besaran menuntut Referendum yang dimobilisir oleh kalangan intelektual muda Aceh yang tergabung dalam Sentra Informasi Referendum Aceh (SIRA). Saat Tampuk kekuasaan Pemerintah Indonesia di pimpin oleh Abdurrahman Wahid, ia menawarkan Otonomi Sepenuhnya kepada Aceh, tapi tawaran ini ditentang oleh DPR dan juga Wakil Presiden Megawati, yang menilai kompromi yang dilakukan Gusdur mendorong munculnya gerakan Separatis di seluruh wilayah indonesia dan mengancam integritas NKRI. Dialog demi dialog dilakukan untuk mengakhiri penderitaan Rakyat Aceh. Perjanjian pertama dilakukan pada tangggal 12 mei 2000, tapi kontak sejata tetap terjadi. Lalu pada 11 februari 2001 GAM dan Pemerintah Indonesia kembali duduk untuk berunding dan menghasilkan kesepakatan untuk menghentikan aksi kekerasan hingga 20 Februari 2001. Perundingan terus berlanjut pada tanggal 9 Desember 2002 HDC kembali memfasilitasi perundingan damai di Jenewa Swiss. Tapi tetap saja tidak membuahkan hasil yang bagus untuk perdamaian Aceh. Masyarakat tetap terpuruk dalam situasi konflik yang mendera. Pada 6 mei 2002 Kembali berlangsung demonstrasi untuk menuntut Kemerdekaan yang di inisiasi Oleh HANTAM, dan berujung penangkapan semua peserta aksi diantaranya Taufik Al Mubarak,Muhammad MTA,Asmara,Askalani,Imam,Habibir, Ihsan. Mereka menuntut agar PBB turun untuk menyelesaikan konflik yang terjadi Di Aceh. Pemerintah indonesia dibawah pimpinan Presiden Megawati, tampak nya tidak belajar dari sejarah penyelesaian konflik Aceh. pada 19 Mei 2003 pukul 00.00 WIB. Aceh di Tetapkan sebagai daerah darurat militer. 40.000 pasukan Ofensif dan 14.000 pasukan polisi di turunkan untuk menghadapi GAM dengan Jumlah 5.200 dan menghabiskan dana 15 triliun setiap bulan.Keputusan ini mengundang AntiPati Internasional. Dan berakhir pada 18 Mei 2004 menjadi Darurat Sipil .tetapi Operasi militer juga tidak bisa melumpuhkan GAM secara Total, karena GAM tetap menduduki Hutan-hutan Aceh.dan tetap melakukan perlawanan secara sporadis. Tahun 2005 dibawah kepempinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono Aceh memasuki babak baru perdamaaian setelah Musibah pada Tanggal 26 Desember 2004 yang meluluh Lantakkan Aceh dan menelan korban nyawa sekitar 230 ribu jiwa, 36,786 hilang dan 174.000 tinggal ditenda-tenda pengungsian. Langkah yang di tempuh SBY memang sangat briliant dan bertolak belakang dengan Militer yang mengucilkan Aceh.pada 27 Februari Pihak GAM dan Pemerintah RI memulai tahapan perundingan di Vanta, fnlandia. Di fasilitasi oleh mantan presiden Finlandia Mathi Artisari. Pada 17 Juli 2005 setelah melalui proses perudingan selama 25 Hari. RI dan Gam sepakat untuk menandatangani nota kesepahaman damai pada tanggal 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjut nya di pantau oleh AMM yang di ketuai Oleh Pieter Feith dari Belanda.yang beranggotakan lima negara ASEAN dan Uni Eropa. Diantara poin penting yang tertera dalam Nota Kesepahaman Damai adalah pembentukan Partai Lokal Aceh dan Pemberian Amnesti kepada GAM. Dan pada 27 Desember 2006 juru bicara GAM Sofyan Daud menyatakan membubarkan sayap militer GAM. 16 Maret 2006 Aktifis sipil Aceh mendeklarasikan Komite Persiapan Partai Rakyat Aceh, nota kesepahaman damai antara RI dan GAM menuai banyak protes dari berbagi kalangan elite yang terlalu memaksakan politik takluk, politik cikal bakal peninggalan Belanda saat menjajah Nusantara. Tetapi Susilo Bambang Yudoyono jenuh dengan pertikaian, dan menyadari begitu banyak penderitaan yang di alami oleh masyarakat Aceh. Harry Kawilarang penulis dari Sulawesi Utara,dan mantan Wartawan senior yang telah lama melanglang buana dalam dunia menulis, dan sejak kecil menggemari sejarah dunia. mengumpulkan sejarah kejayaan Aceh melalui referensi buku sejarah yang ditulis oleh para penulis terdahulu dan mengurutkannya secara teratur menjadi sebuah buku yang merefleksikan bagaimana kondisi aceh pada masa kesultanan hingga masa perdamaian Aceh dan RI yang ditanda tangani pada tanggal 15 Agustus 2005 ini terbukti dengan bahan 66 bahan kepustakaan yang dijadikan sumber . Buku Aceh dari masa Sultan Iskandar Muda ke Helsinkiyang di editori oleh Murizal Hamzah seorang Putra Aceh yang juga memiliki segudang Pengalaman dalam dunia menulis. Dari segi kemasan,buku ini sangat baik.pilihan gambar latar cap sikureung Yang merupakan lambang kerajaan Aceh di masa Kesultanan dan pemilihan warna dominan merah, membuat buku ini sangat khas Keacehannya.Bagi pembaca yang selama ini ingin mengetahui sejarah aceh Mungkin buku ini cocok untuk dibaca, karena disusun secara terstruktur dan bertahap. Selamat Membaca.

Comments

Popular posts from this blog

Menilik Potensi Alam dan Potensi Kerentanan Bumi Samudera Pasai

M elakukan penggalian data potensi alam yang dimiliki Kabupaten Aceh Utara, akan menghasilkan urutan catatan panjang potensi alam yang dimiliki Daerah ini. Dengan luas wilayah  3.296,86 Km 2   tak heran, bumi Samudra Pasai memiliki sumber daya alam yang melimpah, jika kita mencoba untuk mengintip potensi perkebunan, maka yang menjadi andalan hasil adalah tanaman kelapa, coklat, pinang, karet, dan kelapa sawit. Sedangkan dari sektor pertanian, Kabupaten ini juga menempati urutan teratas dengan jumlah luas sawah di tiap-tiap kecamatan mencapai 100 Hektare. tetapi yang menjadi pertanyaan nya adalah bagaimana masyarakat mengelola hasil alam yang melimpah. Dan mengapa angka kemiskinan dikabupaten ini masih tinggi  diantara Kabupaten di Nangroe Aceh Darussalam. Saat ini masyarakat masih menjual hasil alamnya langsung tanpa melakukan pengolahan, sehingga harga jual menjadi permainan para tengkulak atau toke yang meraup keuntungan dari hasil alam yang dimiliki masyarakat. Hasil alam selama ini

Angkhoi Jaring Ramah Lingkungan Made in Alue Kala

S ore perlahan meranjak menjemput senja. Ben Puteh terlihat sangat sibuk menarik dan mengulur jarring ikannya, tapi mereka biasa menyebut nya Angkhoi ,lelaki yang berusia 50 tahun itu selalu melakukan aktifitas ini setiap hari, sudah tiga tahun dia hanya mengandalkan jarring ini untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga nya sehari-hari. aktifitas ini sudah sejak dahulu dilakukan oleh masyarakat nelayan di desa alue kala Kecamatan Muara Satu Kota Lhokseumawe ini .Angkhoi adalah peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan terbuat dari alat-alat sederhana jarring yang besar dengan menggunakan katrol untuk mengulur dan menggulungnya dan dua tiang bambu dikedua sisinya, sambil menggulur jarring nya Ben Puteh mengatakan dulu banyak jarring yang seperti punya saya disebelah sana sambil menunjuk kearah Timur Sungai Alue Kala, Tapi selama muara menjadi dangkal kami para nelayan susah menangkap ikan, hanya mengandalkan air pasang dari laut karena pada saat pasang ikan akan masuk

PUPUK ORGANIK DARI KOTORAN

P engunaan pupuk pada tanaman menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh petani, namun, dewasa ini sangat minim petani yang bertani dengan menggunakan pupuk organik,pupuk yang diolah dengan proses alami dari dedaunan dan kotoran lembu tanpa menggunakan zat kimia. Para petani sekarang lebih memilih menggunakan pupuk kimia seperti urea dan banyak jenis pupuk kimia lain yang digunakan, bahkan pestisida yang disemprotkan untuk memberantas hama pada tanaman. tetapi terkadang para petani tidak mengikuti anjuran pemakaian dan takaran penggunaan pupuk pada tanaman dana lahan pertanian. Akibat dari penggunaan pupuk kimia secara berlebihan, mengakibatkan kondisi struktur tanah rusak dan, kandungan harapun berkurang. dan, banyak lagi kerugian yang ditimbulkan. Tapi lain halnya yang dilakukan oleh petani didesa Alue Caplie Kecamatan Senudon, Aceh Utara, 65 kilometer arah timur kota Lhokseumawe, mereka sudah mulai melakukan metode bertani secara organik sejak satu tahun lalu. dengan memanfaatkan  sluri