Skip to main content

Menilik Potensi Alam dan Potensi Kerentanan Bumi Samudera Pasai





Melakukan penggalian data potensi alam yang dimiliki Kabupaten Aceh Utara, akan menghasilkan urutan catatan panjang potensi alam yang dimiliki Daerah ini. Dengan luas wilayah 3.296,86 Km2 tak heran, bumi Samudra Pasai memiliki sumber daya alam yang melimpah, jika kita mencoba untuk mengintip potensi perkebunan, maka yang menjadi andalan hasil adalah tanaman kelapa, coklat, pinang, karet, dan kelapa sawit. Sedangkan dari sektor pertanian, Kabupaten ini juga menempati urutan teratas dengan jumlah luas sawah di tiap-tiap kecamatan mencapai 100 Hektare. tetapi yang menjadi pertanyaan nya adalah bagaimana masyarakat mengelola hasil alam yang melimpah. Dan mengapa angka kemiskinan dikabupaten ini masih tinggi diantara Kabupaten di Nangroe Aceh Darussalam. Saat ini masyarakat masih menjual hasil alamnya langsung tanpa melakukan pengolahan, sehingga harga jual menjadi permainan para tengkulak atau toke yang meraup keuntungan dari hasil alam yang dimiliki masyarakat.

Hasil alam selama ini masih dijual ke daerah Medan, jika kita melakukan flash back, bagaiamana orang Aceh tempo dulu mengolah hasil perkebunan kelapanya menggunakan peuneurah (alat pengepres) untuk menghasilkan minyak. Yang digunakan untuk kebutuhan memasak rumah tangga, dan bagaiamana pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam mengolah hasil alam,dimana lelaki yang memetik kelapa dan perempuan yang mengolah hingga menjadi minyak untuk kebutuhan domestik rumah tangga. Dan bagaimana para ibu-ibu dulu mengolah tepung menggunakan Jingki (Alat penumbuk tradisional Aceh). Dan ini menandakan bagaimana masyarakat dulu berdaulat atas hasil alamnya, sangat miris jika kita melihat realita yang terjadi sekarang, dimana masyarakat merasa enggan untuk mengelola hasil alam nya sendiri. Dan lebih memilih untuk menjual langsung kepada para penampung atau tengkulak.

Pengelolaan Sumber Daya Energi

Pengeloaan secara partisipatif mungkin bisa menjadi suatu solusi dalam melakukan pengeloaan sumber daya alam lokal, dimana masyarakat dilibatkan untuk belajar bersama dalam mengelola hasil alam secara bersama-sama. Krisis energi yang diakibatkan oleh naiknya harga BBM sejak tahun 2005 sampai sekarang dimana harga minyak dunia sangat fluktuatif, telah mendorong diterbitkannya Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional.

Dan juga pelaksanaan program desa mandiri energy berbasis pohon jarak pagar, (Jatropha Curcas Henre) oleh Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, akan tetapi mandiri dari segi energy tidak hanya berbasis jarak pagar, karena masih banyak sumber energy alternative yang bisa dimanfaatkan masyarakat, seperti pemanfaatan tempurung kelapa sebagai briket Arang yang digunakan untuk bahan bakar kebutuhan rumah tangga (baca briket solusi alternative energi Bagi Masyarakat).

Pemanfaatan energi tentunya harus ramah lingkungan, tapi realita pemanfaatan energi untuk kebutuhan rumah tangga diwilayah pedesaan mayoritas memanfaatkan kayu bakar yang diperoleh dari hutan yang dekat dengan desa. Ini sangat rentan, bayangkan jika proses ini terus berlanjut tanpa ada solusi pengelolaan sumberdaya energi berbasis masyarakat, dalam lima tahun mendatang mungkin banyak hutan yang akan gundul, akibat dari pemenuhan kebutuhan energi masyarakat, dan ini menjadi tanggung jawab berbagai pihak terutama pemerintah, dalam memenuhi Hak-hak Masyarakat untuk mendapatkan jaminan kehidupan yang layak. Seperti yang tertera dalam konvenan PBB tentang hak ekonomi social dan budaya setiap masyarakat dijamin oleh Negara.

Oleh karena itu harus ada alternatif konsumsi energi yang ditawarkan dalam masyarakat, seperti pemanfaatan arang tempurung kelapa sebagai briket arang, untuk kebutuhan memasak rumah tangga, akan tetapi kearifan lokal tidak boleh di abaikan karena setiap tempat memiliki jenis teknologi yang sudah lama diaplikasikan oleh masyarakat setempat,tetapi hanya perlu melakukan pengkajian ulang apakah teknologi yang mereka gunakan untuk mengelola sumber energi sudah ramah lingkungan.

Pemberian solusi alternatif memerlukan upaya-upaya yang sangat kompleks, dan harus diiringi dengan kerja nyata dari semua lapisan. Terutama masyarakat dalam menciptakan desa mandri energy dengan prisip ramah lingkungan. Salah satu Desa yang sangat minim pengelolaan, bahkan hasil yang digunakan untuk kebutuhan energy domestic rumah tangga adalah Desa Lancang Barat Kecamatan Dewantara tepatnya Dusun Pusong, di Desa Ini masyarakat harus membeli pelepah kelapa dengan harga 6000 rupiah per ikat, ini akibat dari kurangnya ketersedian sumber energy yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan energy rumah tangga, dan daya beli masyarakat terhadap bahan bakar minyak yang mencapai 4800 perliter.

Konsumsi energi bukan hanya salah satu Potensi kerentanan yang dihadapi Masyarakat di Kabupaten ini, ketersediaan air sebagai salah satu kebutuhan dasar juga menjadi suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan ditindak lanjuti. karena air merupakan salah satu kebutuhan dasar, dan kualitas kesehatan tergantung pada sanitasi dan higenitas air yang digunakan untuk kebutuhan setiap hari.

Pengelolaan Sumber daya Air bersih

Desa Lhok Seuntang Kecamatan Lhoksukon, merupakan salah satu potret kehidupan masyarakat Aceh Utara yang sangat minim akses terhadap pelayanan public, dalam ketersediaan sumber air bersih, Desa yang memiliki Jumlah penduduk 291 jiwa dan mayoritas mata pencarian penduduk didesa ini adalah petani. Desa yang terletak dikawasan dataran rendah ini sangat rawan akan ketersediaan Air bersih yang layak untuk dikonsumsi,” kalau hujan tidak turun selama dua bulan, maka kami harus mencari sumber air dari tanggul, atau saluran air terdekat. untuk kebutuhan sehari-hari, dan untuk kebutuhan konsumsi kami harus menggali sumur di rawa-rawa, “ ujar Pak Ilyas Abdullah (27/8) warga Desa Lhok Sentang. Realita itu sudah bertahun-tahun dihadapi oleh masyarakat yang mendiami desa dengan luas kurang lebih 700 hektare. Dan tak jarang mereka juga mengkonsumsi air hujan, yang mereka tampung dengan alat penampung sederhana, yang mereka buat dari pelepah pohon pinang. Teknologi lokal yang mereka gunakan selama ini untuk mendapatkan air bersih. walupun air hujan tidak aman jika dikonsumsi. tapi mereka sudah biasa mengkonsumsi air hujan, karena lebih jernih dan tidak bau, air di Desa Lhok Seuntang ini sangat tidak layak untuk dikonsusmsi, selain air yang berwarna kuning, air didesa ini juga bau.

Kekurangan sarana dan prasarana air bersih merupakan salah satu kerentanan, terhadap kualitas kesehatan masyarakat, untuk mendapatkan air yang bersih dan layak dikonsumsi, masyarakat harus membeli dari penjual air yang datang setiap hari ke Desa, dan mereka harus merogoh kocek sebesar dua ribu rupiah untuk mendapatkan satu jirigen 25 liter air bersih.

JINGKI Institute sebagai salah satu lembaga yang konsen dalam isu pemanfatan teknologi tepat guna berbasis masyarakat marjinal, mulai Bulan Juli Tahun 2008 sudah melalukan pengkajian data Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara untuk langkah awal, dalam melakukan Riset Partisipatif di 22 Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Utara. Dengan mengambil sampel satu Desa untuk tiap-tiap Kecamatan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana masyarakat di Kabupaten Aceh Utara, mengelola potensi sumber daya alam di Desa, dan bagaimana potensi kerentanan yang terjadi di setiap desa, dengan menurunkan para surveyor ditiap Desa. untuk mengetahui kebutuhan teknologi, dan pengelolaan Sumber Daya alam di setiap Desa sasaran riset, juga mengumpulkan data kerentanan akan ketersediaan sumber energi, dan sumber air bersih. Menurut Juni Prananta selaku Koordinator JINGKI Institute,Riset Partisipatif yang dilakukan JINGKI Institute menggunakan metode partisipasi, Observasi, Wawancara dan pengkajian dokumen hasil riset. Dimana dari riset ini akan menghasilkan identifikasi kebutuhan Teknologi Tepat Guna, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, untuk menjawab pengelolaan sumber daya alam yang telah ada. dan hasil dari identifikasi kebutuhan, maka dirangkum dalam sebuah laporan, untuk di seminarkan dan akan melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Utara,lembaga pendidikan dan para penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat .yang selama ini konsen dalam pemberdayaan masyarakat. Yang bertujuan untuk sama-sama menghasilkan rekomendasi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat. Semoga.*

glosary

Briket Arang :tempurung kelapa yang sudah menjadi arang digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti

minyak lampu

Comments

Potensi yang melimpah tapi masi menyisakan kerentanan...bagaimana ini siap yang harus disalahkan?
Mayyane. N said…
PEMDA harus lebih di dorong untuk lebih kreatif..

Popular posts from this blog

Angkhoi Jaring Ramah Lingkungan Made in Alue Kala

S ore perlahan meranjak menjemput senja. Ben Puteh terlihat sangat sibuk menarik dan mengulur jarring ikannya, tapi mereka biasa menyebut nya Angkhoi ,lelaki yang berusia 50 tahun itu selalu melakukan aktifitas ini setiap hari, sudah tiga tahun dia hanya mengandalkan jarring ini untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga nya sehari-hari. aktifitas ini sudah sejak dahulu dilakukan oleh masyarakat nelayan di desa alue kala Kecamatan Muara Satu Kota Lhokseumawe ini .Angkhoi adalah peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan terbuat dari alat-alat sederhana jarring yang besar dengan menggunakan katrol untuk mengulur dan menggulungnya dan dua tiang bambu dikedua sisinya, sambil menggulur jarring nya Ben Puteh mengatakan dulu banyak jarring yang seperti punya saya disebelah sana sambil menunjuk kearah Timur Sungai Alue Kala, Tapi selama muara menjadi dangkal kami para nelayan susah menangkap ikan, hanya mengandalkan air pasang dari laut karena pada saat pasang ikan akan masuk

PUPUK ORGANIK DARI KOTORAN

P engunaan pupuk pada tanaman menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh petani, namun, dewasa ini sangat minim petani yang bertani dengan menggunakan pupuk organik,pupuk yang diolah dengan proses alami dari dedaunan dan kotoran lembu tanpa menggunakan zat kimia. Para petani sekarang lebih memilih menggunakan pupuk kimia seperti urea dan banyak jenis pupuk kimia lain yang digunakan, bahkan pestisida yang disemprotkan untuk memberantas hama pada tanaman. tetapi terkadang para petani tidak mengikuti anjuran pemakaian dan takaran penggunaan pupuk pada tanaman dana lahan pertanian. Akibat dari penggunaan pupuk kimia secara berlebihan, mengakibatkan kondisi struktur tanah rusak dan, kandungan harapun berkurang. dan, banyak lagi kerugian yang ditimbulkan. Tapi lain halnya yang dilakukan oleh petani didesa Alue Caplie Kecamatan Senudon, Aceh Utara, 65 kilometer arah timur kota Lhokseumawe, mereka sudah mulai melakukan metode bertani secara organik sejak satu tahun lalu. dengan memanfaatkan  sluri